Mentari Pagi di Bumi Wilwatikta

Keilmuan tata rias memiliki banyak cabang dan tidak selalu identik dengan tampilan riasan wajah sehari – hari. Sebagai contoh adalah make up karakter yang digunakan untuk kepentingan dunia film, akting dan hiburan. Dengan semakin maraknya perkembangan industri perfilman tak ayal juga meningkatkan geliat bidang rias karakter. Dari situ, mahasiswa (angkatan 2015) Program Studi Tata Rias dan Kecantikan atau sering dikenal dengan Srikandi Rias Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta mencoba berkontribusi dengan menampilkan Pagelaran Proyek Akhir dalam bentuk Teater Tradisi “Mentari Pagi di Bumi Wilwatikta” bekerja sama dengan UKM Kamasetra UNY di Auditorium UNY (19/01/2018). Cerita yang diangkat merupakan sebuah kisah tentang kerajaan Majapahit yang ditampilkan melalui cerita dan penampilan yang berbeda. Pagelaran ini juga dilangsungkan dengan sistem penjurian untuk menentukan beautician terbaik.

Menurut Elok Novita, M.Pd., selaku dosen pembimbing menjelaskan bahwa dalam pementasan ini para mahasiswa menunjukkan kemampuan dan teknik rias dalam membentuk, mengubah dan menonjolkan sebuah karakter. “Tata rias disini adalah tata rias pentas dimana segala sesuatu ditujukan untuk membentuk artistik yang mendukung pemeran dalam sebuah pementasan lakon. Sehingga, penekanannya adalah pada kreativitas dalam menggunakan bahan-bahan kosmetik untuk mewujudkan wajah atau gambaran peran yang dimainkan,” terangnya.

“Pementasan ini juga menjadi tonggak pengembangan minat dan kreativitas mahasiswa bidang rias karena mereka tidak hanya dituntut untuk menunjukkan kemampuan riasnya namun juga mengorganisir event seni pertujukan yang megah ini,” lanjut Elok. 

Semantara itu Agatha Ratu Maheswara, ketua panitia, menuturkan selain semua hal tentang rias melalui pementasan ini, Srikandi Rias juga mencoba mengirimkan pesan tentang makna kekuasaan yang mana mendapat amanat kekuasaan berarti adalah melindungi dan mengayomi.  “Jadi, sejatinya seorang pemimpin adalah pelayan bagi rakyat atau orang-orang yang dipimpinnya,” tuturnya.

“Tentu setelah pementasan ini kami mengharapkan respon dan masukan dari dewan juri dan masyarakat luas, sebagai bahan perbaikan karya kami kedepannya,” tutup Agatha.