Pendidikan Kejuruan Untuk Masa Depan

Pendidikan kejuruan yang bagus adalah yang selalu selaras (link & match) dengan kebutuhan anak didik (menjamin kedaulatannya), keluarganya, masyarakat sekitarnya, dan dunia kerja sehingga suara link & match haruslah selalu disenandungkan ke seluruh wilayah tanah air. Demikian kutipan pengantar dari Prof. Slamet PH., M.A., M.Ed., M.A., MLHR, Ph.D., saat menyampaikan orasi ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke-57 Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta di Aula KPLT FT UNY.

Dalam forum ini, Slamet kemudian menyampaikan beberapa “agenda setting” untuk membuat kebijakan-kebijakan pendidikan kejuruan ramah dunia kerja di masa depan. “Disadari bahwa kebijakan bukanlah obat mujarab untuk menyelesaikan semua isu, namun usulan-usulan kebijakan dapat dipertimbangkan sebagai opsi-opsi untuk memperbaiki pendidikan kejuruan di masa yang akan datang,” ujarnya.

“Pertama dengan menyuguhkan konsep penyelarasan pendidikan kejuruan dan dunia kerja dimana kondisi himpitan optimal antara pendidikan kejuruan dan dunia kerja yang dicapai melalui regulasi kerjasama, negosiasi kepentingan kedua belah pihak yang dilakukan secara sukarela dengan mempertimbangkan kebutuhan masing-masing berdasarkan persediaan dan permintaan tenaga kerja dalam dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu,” papar Slamet. 

Lebih lanjut, Guru Besar Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY ini menekankan urgensi penyusunan rencana pembangunan jangka panjang/rencana induk/master plan/peta jalan/road map pendidikan kejuruan berdasarkan data-data persediaan dan permintaan tenaga kerja untuk kemudian dilakukan Pemetaan supply-demand tenaga kerja secara agregatif (nasional), disagregatif (propinsi dan kabupaten/kota), dan secara regional dan internasional untuk memetakan ulang pengelompokan (perumpunan) pendidikan kejuruan.

“Selain itu perlu model-model penyelarasan yang dapat diterapkan di SMK, yang tentu saja disesuaikan dengan konteks/jenis kejuruan masing-masing, seperti pendidikan sistem ganda (PSG), magang, pendidikan kooperatif, pengalaman lapangan/praktek industri, internship, teaching factory/teaching industry, entrepreneurship/technopreneurship, dan laboratorium kewirausahaan (inkubator),” bebernya.

Menurut Slamet, demi memperkuat hal-hal tersebut maka mesti segera dibentuk keterlibatan dunia kerja dalam dunia pendidikan kejuruan dengan didampingi peraturan bersama Kemendikbud dan Kadin tentang penyelarasan/link & match dan kerja sama dunia pendidikan kejuruan dengan dunia kerja, badan/majelis kemitraan independen sebagai penyatuwadahan (pewadahtunggalan) pemangku kepentingan yang beranggotakan unsur-unsur praktisi industri, KADIN, Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia, asosiasi profesi, pemerintah, praktisi pendidikan kejuruan, akademisi/pakar pendidikan kejuruan, dan perserikatan buruh. 

“Perlu juga percepatan realisasi sistem informasi kolaboratif tentang persediaan dan permintaan tenaga kerja yang mampu mengendalikan supply-demand tenaga kerja Indonesia,” imbuhnya.
“Dengan pengembangan SMK multifungsi, maka akan memperbesar kontribusi SMK dalam memaksimalkan pemanfaatan sumber daya sekolah untuk menghindari underutilized resources,” tutupnya.