KOLEP (Kompor Listrik Portable) Sebagai Antisipasi Kebakaran Hutan Akibat Api Unggun

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai hutan terluas di dunia. Menurut Kemenhut pada tahun 2012, luas hutan di Indonesia sebesar 99,6 juta hektar. Hal ini merupakan suatu kebanggan bagi Indonesia mengingat manfaat hutan yang melimpah. Akan tetapi dewasa ini pemanfaatan hutan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kerusakan hutan disebabkan oleh aktivitas penebangan liar (illegal logging), penyelundupan kayu (illegal trade), dan kebakaran hutan (forest fire).

Kebakaran hutan sendiri disebabkan oleh dua faktor. Faktor- faktor tersebut meliputi faktor alam dan manusia. Faktor alam terjadi karena musim kemarau panjang ataupun angin panas seperti el nino. Sedangkan faktor manusia meliputi pembukaan lahan perkebunan dan juga beberapa kasus dari pecinta alam yang lupa mematikan api unggun ketika berkemah. Seperti di Gunung Lawu yang mengakibatkan kebakaran hutan sehingga memakan korban 6 jiwa dan 2 orang lainnya kritis. Kebakaran ini terjadi karena perapian pendaki gunung yang ditinggal begitu saja dan belum sempurna dalam memadamkan sumber api.

Pencinta alam menggunakan api unggun untuk memasak maupun menghangatkan badan. Namun api unggun memiliki aspek negatif yaitu merusak, mengotori, dan dapat pula memicu kebakaran hutan sehingga dibutuhkan suatu inovasi alat yang bisa menjadi alat memasak dan menghangatkan badan ramah lingkungan dan tidak menimbulkan api.

Melihat Fakta tersebut, sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta menciptakan KOLEP atau Kompor Listrik Portable. Kelompok yang terdiri dari Indriya Galih Prayogi, Haris Imam Karim F., Tri Sutrisno, Rizky Hadi Budi M, dan Dimas Ferdiyanto ini mencoba merubah cahaya matahari menjadi energi listrik yang dapat dipakai untuk memasak dan menghangatkan badan.

Galih menuturkan bahwa Kompor listrik ramah lingkungan ini bertenaga solar cell dan diharapkan sebagai alat yang dapat membantu pecinta alam dalam memenuhi kebutuhan memasak selama di hutan tanpa menimbulkan api.

“Alat ini diharapkan sebagai inovasi praktis dan tidak mengancam kelestarian hutan serta mengurangi potensi kebakaran hutan akibat kelalaian manusia,” imbuh Galih.

“Cara kerja alat ini sederhana tetapi memiliki esensi yang penting dan bermanfaat. Desain alat yang portable dan praktis diharapkan dapat benar-benar dimanfaatkan para pencita alam saat melakukan pendakian gunung atau penelusuran hutan,” harapnya.