Dua Tim dari FT UNY Berjaya di Lomba Inovasi Digital Mahasiswa (LIDM) 2021

Dua tim dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Berjaya dalam Lomba Inovasi Digital Mahasiswa (LIDM) 2021 yang diselenggarakan oleh Pusat Prestasi Nasional, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (18-19/09/2021). Yang pertama adalah tim DikasihRegexDong beranggotakan Danang Wijaya (Program Studi Pendidikan Teknik Informatika), Ahsan Firdaus (Program Studi Pendidikan Teknik Informatika), dan  Dhista Dwi Nur Ardiansyah (Program Studi Pendidikan Teknik Informatika) meraih Juara 1 Divisi Inovasi Teknologi Digital Pendidikan pada ajang dan tim 404 yang beranggotakan Alim Tegar Wicaksono (Program Studi Teknologi Informasi), Ikhwan Inzaghi Siswanto (Program Studi Teknologi Informasi), dan Maria Bernadetha Charlotta Wonda Tiala (Program Studi Teknologi Informasi) meraih Juara 2 Divisi Materi Digital Pendidikan. Penjurian babak final diselenggarakan pada tanggal secara daring karena masih dalam suasana pandemi.

Pada tahun 2021, LIDM diikuti oleh peserta dari berbagai universitas di Indonesia. Jumlah total peserta adalah 1,827 kelompok. Mereka diwajibkan untuk membuat proposal dan video dengan pencapaian kerja minimal 50%. Pada tanggal 15 Juli terpilih 100 kelompok masuk ke babak final. Pada babak final dilakukan tanya jawab antara peserta dan juri, setelah sebelumnya peserta harus menyelesaikan karyanya hingga 100% dan mengunggah video karya akhir.

“Automatic Question Generator using Sequence-To-Sequence Learning and Anderson's Taxonomy for Robust and Efficient Learning Evaluation” adalah judul karya yang dihasilkan oleh Tim DikasihRegexDong. Menurut Danang Wijaya, tim mereka mengembangkan sebuah Machine Learning model untuk melakukan generasi soal dari paragraf materi yang diinputkan dan melakukan ekstraksi informasi atau wawasan dari input materi tersebut untuk dapat menghasilkan sebuah soal. Selanjutnya soal tersebut diklasifikasikan sesuai dengan Anderson’s Taxonomy atau sering disebut C1 sampai dengan C6 digunakan sebagai acuan penilaian. “Machine Learning yang kami kembangkan menggunakan pendekatan Deep Learning dengan Sequence-To-Sequence Learning yaitu RNN (Recurrent Neural Network) untuk ekstraksi informasi dan penentuan pasangan soal-jawaban dari paragraf dan di inputkan,” terangnya.

“Untuk melakukan klasifikasi soal berdasarkan Anderson’s Taxonomy kami menggunakan algoritma SVM dan Rule Based, akan tetapi pada model SVM masih belum optimal karena keterbatasan data set kami, sehingga kami menggunakan pendekatan Rule Based dengan pencocokan kata tanya dan kata kerja pada pertanyaan,” papar Danang.

“Dengan adanya AQG kami berharap bisa memudahkan tugas guru dalam melakukan evaluasi pembelajaran dengan tetap memperhatikan kualitas dari evaluasi tersebut,” harapnya.

Sedangkan Tim 404 yang menghasilkan karya dengan judul “Edugraph: Media Pembelajaran Menulis Anak Disgrafia Berbasis Aplikasi Web dengan Teknologi OCR (Optical Character Recognition) untuk Evaluasi Tulisan”. Menurut Alim Tegar Wicaksono, Edugraph merupakan media pembelajaran berbasis aplikasi web yang bertujuan untuk membantu Anak Berkesulitan Belajar (ABB) dalam hal ini yaitu anak dengan Disgrafia.

“Anak dengan Disgrafia memiliki gangguan di bagian saraf motorik halus yang menyebabkan anak tersebut kesulitan untuk mengungkapkan pikiran ke dalam komposisi tulisan,” terang Alim Tegar

“Aplikasi Edugraph memiliki fitur senam motorik, materi pelajaran, dan tes menulis,” bebernya.

“Pada senam motorik terdapat 17 gerakan senam yang berbeda untuk meningkatkan keefektivitasan anak dalam menulis. Kemudian pada materi pelajaran berisi tabel karakter yang terdapat 3 jenis karakter, yakni huruf, angka dan simbol,” ungkapnya.

:Selain itu, terdapat tes menulis yang dibagi menjadi 2 kategori, yaitu tes menulis dengan kanvas dan tes menulis dengan alat tulis, pada tes menulis pada kanvas, anak disgrafia diharuskan menulis suatu karakter pada media bernama kanvas menggunakan jarinya, kemudian pada tes menulis dengan alat tulis, anak disgrafia diharuskan menulis pada media seperti kertas lalu memfotonya untuk menjawabnya,” imbuhnya.

“Fitur yang kami kembangkan dibuat berdasarkan beberapa metode yaitu occupational therapy, multisensory techniques, gamifikasi, root problem solving, self-esteem, dan accessible,” jelasnya.

“Dengan aplikasi Edugraph ini semoga kami dapat memberikan kemudahan atas kesulitan belajar yang dihadapi anak disgrafia dan juga meningkatkan awareness akan ABB (khususnya disgrafia) kepada masyarakat,” harapnya.

Keberhasilan kedua tim ini tidak lepas dari persiapan yang mereka lakukan selama berbulan-bulan dan bimbingan langsung oleh Yuniar Indrihapsari, M.Eng dan Pradana Setialana, M.Eng. Kedua karya juga telah dicatatkan Hak Ciptanya. Kedua tim berpesan agar mahasiswa di era saat ini untuk jangan pernah lelah untuk berinovasi dengan teknologi. Karena sesungguhnya teknologi itu ada untuk memudahkan segala urusan manusia, dan akan terus berkembang tiap detiknya. Maka dari itu gunakan teknologi untuk menciptakan kemudahan di hal kecil sekalipun.