BEM KM FT UNY DISKUSI TENTANG KESIAPAN PILKADA DI MASA PANDEMI

BEM FT UNY bersama dengan BEM KM UNY melalui kolaborasi UNY Mengkaji x Obrolan Jawara melaksanakan diskusi daring melalui Google Meet dan YouTube dengan tema Kesiapan Pilkada Serentak di Tengah Pandemi, dan Munculnya Trend Politik Kepentingan dan Dinasti dari Pilkada, Pandemi, serta Oligarki (01/09/20). Diskusi ini menghadirkan dua pembicara Dr. Sunny Umul Firdaus., M.H. (dosen FH UNS) dan Bagus Sarwono, S.Pd.Si., MPA. (Ketua Bawaslu DIY) dengan moderator berbagai prestasi Hafidz Akbar selaku staf Departemen Karispol BEM FT UNY 2020.

Diskusi ini dilaksanakan untuk menjawab keresahan terhadap rencana pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020. Pilkada tahun ini mendapat banyak kritikan karena dianggap terlalu beresiko terhadap kesehatan penyelenggara, peserta, dan pemilih di tengah adanya pandemi Covid-19. Beberapa permasalahan yang disoroti adalah perihal jaminan kesehatan dalam penyelenggaraan, politisasi bantuan sosial Covid-19 yang dilakukan calon petahana, dan anggaran.

Di tengah pandemi Covid-19, pilkada tahun ini harus dilakukan dengan extra ordinary. Artinya, dengan suasana berbeda dari pilkada serentak pada tahun-tahun sebelumnya. Tapi apakah politik dinasti akan menyurut pada pilkada 2020 di tengah pandemi? Diskusi daring ini diawali dengan membahas tentang kekuasaan yang merupakan topik awal dari tema besar politik dinasti. 

Dr. Sunny Umul Firdaus., M.H. menjelaskan bahwa politik dinasti identik dengan kerajaan, karena kekuasaan turun dari atas hingga bawah dan masih dalam ranah keluarga.

“Hal-hal yang mengakibatkan dinasti adalah adanya keinginan dalam diri keluarga untuk saling memegang kekuasaan, adanya kesepakatan dalam sebuah kelompok sehingga terbentuk kuasa kelompok, dan adanya kolaborasi antara penguasa dengan pengusaha dan antara pemodal dengan kuasa politik,” paparnya.

“Dampak politik dinasti adalah mengakibatkan proses kaderisasi di partai politik sulit untuk berjalan, semakin maraknya anggapan bahwa partai hanya sebuah mesin yang tujuannya memenangkan calon tidak lagi sebagai wujud penyalur aspirasi rakyat, tertutupnya kesempatan masyakarat andal dan berkualitas untuk bersaing karena faktor satu dan lain hal,” lanjutnya.

Politik dinasti bagi sebagian orang dianggap sebagai ancaman demokrasi, karena bisa menyebabkan oligarki dan nepotisme. 

Apakah politik dinasti diperbolehkan? Konstitusi tidak melarang, karena semua orang memiliki hak yang sama. Tetapi, politik dinasti mempermasalahkan persoalan etika tentang kemampuan yang tidak sama, yang dimiliki oleh setiap warga negara. (Nadzif-Lia)