Dosen FT meraih Juara II Nasional ajang SANG PENEMU TVRI dengan menciptakan alat bantu pembelajaran huruf braille

Mashoedah, M.T dosen Pendidikan Teknik Elektronika, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta meraih juara II tingkat Nasional ajang Sang Penemu yang diselenggarakan TVRI dengan menciptakan Media pembelajaran huruf braille dengan tombol tekan dan penyuaraan (15 Agustus 2011). Setelah mengikuti ajang ini, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang juga menjadi salah satu juri tertarik untuk memproduksi alat ini secara masal yang mana pada tahap awal akan diproduksi dari 50-100 unit untuk didistribusikan ke Sekolah Luar Biasa (SLB) di seluruh Indonesia.
Dosen yang hobi melukis ini menjelaskan latar belakang penciptaan alatnya adalah untuk memudahkan para siswa tuna netra dalam belajar huruf braille. “Saya melihat metode pembelajaran huruf braille saat ini masih tergolong sangat konvensional, mayoritas metode pembelajaran di sekolah masih menggunakan peralatan sederhana seperti papan tulis braille (pantule) yang mana metode pembelajaran ini membuat siswa tidak mandiri karena selama proses pengajaran siswa harus terus didampingi oleh gurunya dan juga cukup berbahaya karena alat yang terbuat dari semacam paku itu dapat terlepas dengan bebas”, tuturnya.
 
Alat bantu baca huruf braille karya Mashoedah ini pada dasarnya sama dengan media pembelajaran huruf braille lainnya. “Saya hanya menambahkan inovasi teknologi pada alat ini diantaranya push button (tombol tekan) jenis toggle, voice chip dan mikrokontroller. Alat ini memiliki enam titik huruf braille yang kemudian digabung dengan konfigurasi huruf abjad dari A-Z dan angka 0-99,” jelasnya.
 
Proses kerja alat ini cukup sederhana, pertama, tombol yang telah terhubung dengan mikrokontroller jika ditekan secara otomatis akan membaca konfigurasi huruf, tanda baca, angka dan vokal konsonan. Setelah konfigurasi terbaca, mokrokontroller akan mengolah data dari tombol menjadi data penyuaraan yang dikerjakan oleh voice chip. Setelah proses pengerjaan suara selesai voice chip akan menginstruksikan pada siswa bagaimana tata cara pengoprasian alat ini. 
Dosen yang lahir di Surabaya ini sempat 10 kali mengalami kegagalan dalam menciptakan alat yang menelan biaya Rp. 600.000,- ini. “Namun semangat saya tak pernah surut untuk menyelesaikan alat ini seperti semangat anak-anak tuna netra yang ingin terus belajar membaca untuk membuka wawasan dan mengakses segala informasi, bebernya.  Alat ini, kata Mashoedah, memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan media-media yang sudah ada, yakni dengan alat ini siswa dapat lebih mandiri dalam belajar. Siswa dapat belajar sambil bermain karena alat ini ringan dan mudah dibawa karena juga dilengkapi dengan sumber dari daya baterai. 
 

 

Sebagai langkah perlindungan karya intelektual media pembelajaran yang tergolong baru  ini, Mashoedah pun mendaftarkan hak patennya ke Dirjen HKI dengan nomer pendaftaran P00201100173. Untuk pengembangangan ke depan, alat ini akan terus dikembangkannya sehingga anak-anak tunanetra bisa semakin mudah lagi dalam belajar huruf braille.(haryo)